Rabu, 12 Oktober 2011

*The Virus -Novel- Part 3


DUNIA YANG LAIN

A
h…minggu yang indah, matahari ramah sekali…Zha menarik nafasnya dalam-dalam, mencoba mengisi penuh paru-parunya dengan oksigen segar yang tersebar di sepanjang perjalanannya.
Hari ini aku akan pergi ke perkampungan muslim itu…rasanya nyaman juga ya menjadi orang free yang nggak di kejar-kejar deadline ucap hatinya pelan.
Kaki Zha mulai menapaki jalan yang mendekati perkampungan muslim itu. Namun betapa terkejutnya ia ketika tiba disana.
“Ada apa…” gumamnya, perkampungan yang biasanya ramai, kini yang dihadapannya seperti kota mati tak bepenghuni. Rumah-rumah penduduk yang tertutup seakan menolak siapapun yang datang membuatnya terlihat seperti benar-benar sebuah kota mati.
Aduh, tanggung…lagian perutku sudah lapar nih…ucapnya dalam hati. Dengan modal nekat Zha menyelusuri jalanan desa. Kadang ia berjalan di pasir, kadang di tanahnya, tapi terkadang ia juga melalui bebatuan dan aspalnya. Kata Charlotte, perkampungan ini cermin dari kehidupan seabad yang lalu.

“Perkampungan muslim itu hanya berisi orang-orang purba yang tidak mau maju!!” ujar Charlotte sinis, ketika Zha bertanya tentangnya.
“Buat apa kesana anak bodoh ?!! Disana berisi orang barbar!! Seabad yang lalu dunia gempar karena ulah beberapa kelompok barbar mereka !! Kau mau mati?!!” lain waktu Charlotte malah menaluti-nakuti Zha dengan ceritanya tersebut.
“Mana yang kau percaya?! Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi?! Atau Artefak aneh beserta keajaibannya ?! Ketika kau membutuhkan bantuan?!!” Tanya Charlotte galak.
“Ilmu pengetahuan dan Tekhnologi…” Ujar Zha kecil yang polos.
Lalu terukir senyuman kemenangan yang mengerikan dari mulut besi cy-bo milik ibunya tersebut.

Memang benar, sedari kecil, Charlotte berusaha membuat citra yang buruk para penduduk muslim di mata Zha. Setiap Zha kecil nakal, Charlotte mulai bercerita tentang para ‘bar-bar’ itu, yang tentu saja diberi bumbu agar Zha takut. 
Tapi, bila melihat kehidupan yang damai di pemukiman itu setiap naik AirTrans, pikiran seram tentang para muslim itu menghilang begitu saja.
Ekor mata Zha menangkap, Food Court di pinggir jalan yang memancangkan tulisan ‘Open’ di depan pintu kacanya.
Sambil berusaha menahan air liur yang hendak menetes, Zha melangkahkan kakinya kearah Food Court itu. Harum…gumamnya, ia mulai mengagumi kebun bunga disekelilingnya. Berpuluh warna menyatu membuat gradasi warna yang indah, belum lagi semerbak harum yang mewangi…hmm…
Zha mengetuk pintu kaca yang gelap tersebut.
“Permisi…”
Tak ada jawaban.
“Permisi…anybody here…?” ulangnya
Zha masih tak mendengar jawaban dari dalam sana. Aduh, gimana nih, mau terus apa pulang…tapi…kalau pulang pasti aku nggak kuat, ya udah lah, udah terlanjut nekat kok, ujarnya dalam hati memastikan perbuatannya tak akan menyulitkannya.
“Permisi…” ucap Zha sambil membuka pintu Resto mini tersebut.
Zha menatap ruangan disekelilingnya, wow, walaupun semuanya dikendalikan oleh komputer, tapi gambar 4D air terjun yang mengalir beserta suara air yang jatuh, dan harum alam bebas, serta sejuknya angin yang berhembus, hampir saja membuatnya lupa kalau ia sedang berada di sebuah ruangan tertutup sekarang.
“Assalalammu’alaikum…!!” tegur seseorang dari belakangnya sambil menepuk bahunya.
Zha hampir saja terloncat karena kaget. Ia membalikkan tubuhnya cepat. Di depannya berdiri sosok wanita berbaju panjang, dengan rok lebar menutupi separuh badannya, ditambah lagi kerudung hijau yang dipakainya yang membuatnya begitu.... ramai..., sedang tersenyum ramah padanya.
“Ma…ma’af…saya…saya mau beli makanan…” ujar Zha gugup.
“Baik, kalau gitu silahkan duduk, akan saya ambilkan daftar menunya…”
“Ng… tidak usah, saya hanya ingin makan NüBredz…” ujar Zha berusaha tersenyum menghilangkan kekikkukannya.
Wanita berkerudung itu tersenyum penuh makna.
“Maaf kami tidak menjual makanan seperti itu…”
Haaah?! Ga’ jualan NüBredz?! Yang bener aja, NüBredz itu kan penyebarannya universal, lagian itu kan makanan pokok hampir orang-orang sedunia. Ng…maksudku orang-orang sibuk ralat Zha pada dirinya sendiri.
“Karena kami tidak biasa memakannya, maaf ya nona, mungkin saya bisa menyediakan sepiring nasi goreng untuk anda…”
Apa katanya tadi? Makanan apa lagi itu? Jangan-jangan Charlotte benar lagi, jangan-jangan mereka mau membunuhku…hati Zha berkata was-was.
“Tenang, tidak beracun kok, mau minum apa?” ujar wanita berkerudung itu seakan tahu apa yang ada di dalam hati Zha.
“Ng… healthy Juice-Grape, adakan…?”
***

“Waaah, baru kali ini makan selezat ini…hmm…kenapa aku tak pernah tahu ada Food Court yang menjual makanan selezat ini ya..? hmm...enak banget!!!” Ujar Zha setelah menghabiskan nasi goreng miliknya.
Wanita berkerudung itu hanya tersenyum mendengar perkataan Zha.
“Ini kali pertama nona makan nasi goreng?”
“Yeah…this is my first time!! Oya, namaku Zha, dari SunScale, siapa namamu?”
“Nama saya Salsabilla, tapi panggil saja saya Salsa..selamat datang di Al-Azhar city, pemukiman warga muslim…” Ujar teman barunya menjabat tangan Zha.
“O…Salsa ya…” ucap Zha sambil tersenyum.
“Maaf, jika hari ini banyak warga kami yang tidak berkenan atas kedatangan orang luar…”
“Maksudmu aku?”
“Tidak…bukan…bukan hanya kau, tapi semua penduduk dari NewWell…”
“Aku nggak ngerti…?”
“Tiga hari yang lalu…”

***

Zha terpaku melihat pengumuman dari pemerintah yang ditulis memakai font super gede. Ia teringat cerita Salsa, teman barunya.
“…Entah kenapa, ia kembali dari NewWell dengan muka sudah babak belur dan baju compang-camping. Ternyata para pemuda NewWell town, memukulinya karena dia adalah seorang warga muslim…dan entah kenapa juga pemerintah menyebarkan isu bahwa peristiwa-peristiwa aneh itu kami yang mendalanginya…benar-benar sikap diskriminasi yang disesalkan. Di papan pengumuman depan masjid Al Ikhlas sudah ditempel nama orang-orang yang dicurigai sebagai pelaku kejadian-kejadian misterius itu,”
Tapi, apa benar para muslim ini pelakunya? Hatinya bertanya tak percaya saat membaca pengumuman beratas namakan pemerintah kota NewWell tersebut.

***

Hari sudah mulai gelap. Memang sih, pada dasarnya, NewWell town itu tidak pernah sepi, ketika malam tiba, para pebisnis Club malam mulai beraksi dan saling bersaing. Menghentak keheningan malam dengan musik keras yang membuat pendengarnya menggoyangkan anggota badannya. Tapi sayangnya Charlotte sudah bilang, kalau pulang terlalu malam, maka tak ada makan malam untuk Zha, apa boleh buat, jadi Zha harus pulang sebelum gelap.
Telinga Zha menangkap suara-suara aneh dari gang kecil di samping kirinya.
“Kalian pikir, kalian ini siapaku?! Bisa-bisanya mengatur hidupku seenaknya!!” 
“Memangnya kau mau hidup seperti ini terus, kau mau jadi seorang penjahat?”
Orang yang ditanya hanya diam mendengar pertanyaan lawannya tersebut.
“Ayolah Ling, kami hanya mau membantumu, toh ini juga demi kebaikan kita…” ujar lawannya memohon.
“Tentu saja…tentu saja aku mau jadi seorang penjahat…apabila hanya itulah jalan keluar dari hal ini…”
“Ling…”
Zha mencoba mengintip. Seru banget…liat bentar nggak ada salahnya kan? Ujarnya sedikit senang bercampur tegang.
“Ling, kalau itu maumu…baiklah…”
Bhuuzzz!! Mata Zha sedikit perih ketika angin kencang bercampur debu datang secara tiba-tiba. Namun, itu belum seberapa ketika ia melihat apa yang ada di hadapannya.
“Kalau itu jalan satu-satunya aku terima…” ujar orang yang dipanggil Ling itu dingin.
Lalu…Bhuuzzz!! Suara angin itu lagi, kali ini Zha berusaha agar kacamatanya tidak dimasuki debu lagi.
Zha menutup mulutnya ngeri, ketika angin itu tiba, orang yang dipanggil Ling itu berubah secara bertahap. Dan kini, kulitnya bukan lagi berwarna putih kecoklat-coklatan, melainkan hijau…seperti dedaunan. Sedangkan lawannya, sudah menunggunya dengan wajah setengah hewan buas, atau tepatnya lagi serigala. Lawannya walaupun tidak seluruh wajahnya menyerupai serigala, tapi bentuk rambut dan taringnya-lah yang meyakinkan Zha kalau itu adalah kepala seekor serigala.
Tiba-tiba si kepala serigala menyerang, menggigit tangan Ling yang sudah berubah. Ling meraung kesakitan, darah mengalir dari ujung pergelangan tangannya, menetes membasahai lantai di bawahnya.
Tiba-tiba saja manusia hijau…maksudnya Ling, mengehentakkan kakinya, dan melambung tinggi bagai dilontarkan keudara. Ternyata, kaki Ling berubah menjadi seperti daun lontar yang panjang dan besar, sehingga bisa membuatnya melambung ± 2 m dari permukaan tanah. Dengan gesit, Ling merubah tangan kanannya menjadi segerombol akar berwarna hijau pekat dengan duri tajam dan ujung akar yang lancip, mengulur cepat kearah lawannya, namun lawannya dapat menghindar dengan cepat. Sehingga serangan Ling meleset, mengenai tong sampah yang ada di belakang lawannya. Prang!!! Kotak sampah tua itu penyok dan bolong pada diameter tengahnya.
Pertarungan semakin seru ketika keduanya mulai saling memukul dan membalas, darah mulai terciprat dimana-mana, namun anehnya darah yang keluar seperti menguap, hilang begitu saja.
Semakin lama, pertarungan itu semakin memanas, Zha terduduk penuh ketakutan di pojok koridor dekat gang itu.
Zha merasa tidak kuat lagi melihat pertarungan yang menyeramkan itu. Ia berusaha berdiri, walaupun terhuyung. Kakinya menapaki jalanan mundur. Dan Praaang…!!! Tak sengaja, kakinya menyenggol tutup kotak sampah yang tergeletak dibelakangnya.
Zha menarik nafas dan menutup mulutnya ketakutan. Zha mencoba mengeluarkan nafasnya sepelan mungkin agar tak terdengar oleh kedua monster itu. Ia melirik ke arena pertarungan itu kembali. Kosong…kemana 2 orang itu? Tanyanya dalam hati.
“Kau mencariku? nona tukang intip?!”
Zha merasakan seolah-olah beribu jarum kecil dan tajam menusuki dadanya yang sesak karena oksigen yang tertahan. Zha memutar badannya perlahan. Dan raut ketakutan mulai terukir di wajah cantiknya.
“Waaaaaaaaaaaa…!” teriaknya ditengah ramainya malam ala NewWell.


***







Tidak ada komentar: