Superhero
Rie
masih terdiam. Termenung didepan kaca yang memantulkan bayangan ayu dirinya.
Tubuh yang sintal, rambut ikal, alis tebal, dan senyuman nakal yang kerap kali
membuat rekan-rekannya yang lain kesal, semua ada padanya. Gayatri Abdi Kesuma.
Itu nama aslinya. Nama yang membuatnya ditertawakan oleh hampir semua penghuni
gedung ini. Hingga Mama Susan memberinya nama
kota. Nama yang belakangan ini, paling populer diantara ‘nama-nama kota’
yang lainnya. Rie.
Pria
paruh baya berperut buncit itu sudah terlelap. Mendengkur, keras sekali. Pria
yang disegani oleh hampir seluruh warga dari lapisan masyarakat di kotanya itu,
tak akan berkutik bila berada disamping gadis molek tersebut. Puluhan bahkan
mungkin ratusan juta uang mengalir. Membuat mama Susan senang, dan tentu saja
teman-temannya berang. Rie melirik sinis ke arah pria itu. Dasar tua bangka
gila, sudah bau tanah, bukannya bertobat malah semakin bermaksiat.
Rie
kembali menatap cermin. Tapi bukan wajahnya lagi yang terpantul. Melainkan si
pria gagah itu. Bukan pria yang sedang mendengkur keras ini. Tapi pria gagah
itu. Pria berjenggot tipis, dengan mata teduh yang selalu menunduk. Pria yang
jarang berbicara tapi bibirnya selalu basah dengan nama tuhannya. Tuhannya?
Tuhanku dan tuhannya sama kok, ucap Rie geli. Bedanya, tuhanku hanya ada dalam
KTP dan Lebaran di kampung.
Sekali
lagi Rie menatap cermin bening di hadapannya. Kali ini bayangan yang keluar
adalah bayangan dirinya. Memakai kebaya putih, cantik dan anggun. Ronte melati yang menjuntai dari sanggulnya
bergoyang, setiap kepalanya menoleh. Dan pria gagah itu duduk tegap
disampingnya, memakai baju adat jawa di sebuah pernikahan mereka yang meriah.
Pria gagah itu, superhero-nya...
ΩΩΩ
Rie
masih ingat peristiwa seminggu sebelumnya. Dimana saat itu ia baru saja pulang
dari kampung. Menjenguk emak yang sakit. Sekaligus menyerahkan uang bulanan
untuk biaya sekolah si Tole, adiknya.
Tengah
malam Rie baru sampai di perempatan jalan, yang notabene jauh dari tempat
kost-nya. Malam itu hujan turun deras, sedangkan Rie tidak membawa payung.
Hampir separuh badannya basah.
“Sendirian
aja mbak? Tak kancani yo*?!
He...he...”
Celetuk nakal dan menggoda terdengar dari arah
belakangnya. Rie memutar balik tubuh moleknya. 4 sampai 5 pemuda dengan mata
merah dan di kelilingi asap rokok memandangnya dengan wajah bodoh. Mata-mata
mereka jelalatan menelusuri setiap senti tubuh Rie, dengan sesekali meneguk
ludah, membuat Rie merasa jijik. Rie memalingkan wajahnya kesal. Berjalan
menjauhi mereka.
Tapi
ternyata memang para pemuda begajulan
itu memang memiliki maksud tidak baik dengannya. Mereka malah berjalan
mendekati Rie, dan terus mengganggunya. Rie menyentakkan tangannya kesal saat
salah satu dari mereka mulai berani merangkul pundaknya.
Tindakan
Rie ini jelas memicu kemarahan para berandalan itu. Mereka menyeret Rie
ramai-ramai. Rie yang ketakutan hanya dapat berteriak, itupun tak lama, karena
salah satu dari penjahat itu membekap mulutnya.
Lalu,
klise. Seperti cerita di film-film. Atau legenda-legenda jaman dulu. Seorang
superhero datang, menolong putri yang di culik setan jahat. Dan saat itu pria
gagah datang. Menyelamatkannya dari tangan para setan itu.
Pria
gagah yang tak banyak bicara. Pria gagah yang selalu menunduk. Pria gagah
bermata teduh. Pria gagah yang... ah...
Rie
tak bisa pungkiri. Rie suka pada pandangan pertama. Rie jatuh cinta...
ΩΩΩ
Rie
masih menunduk. Mengusap pipi halusnya yang memerah. Mama Susan marah besar.
Semua itu gara-gara Agnes. Pelacur keparat yang selalu dengki dengannya. Dan
sekarang, ia tersenyum penuh kemenangan di pojok kamar Rie.
“Mau
kamu itu apa sih Rie?! Belum puas ngabisin uang mama buat bayar Mat Botok?!
Mama kurang perhatian apalagi sih sama kamu?!” Teriak mama Susan lantang,
kesal. Rie tahu mama Susan sebenarnya wanita baik, tapi apabila amarah
menguasainya, maka jangan harap orang disekitarnya bisa bercanda dan tertawa.
“Apa kamu pikir Tuhan mau memaafkan orang-orang
seperti kita? Kamu pikir kamu bakalan suci lagi kalau kamu ikutan pengajian?
Atau kamu pikir kamu bisa membalaskan dendammu dengan berdoa pada Tuhan yang
telah mengutuk kita karena kita di lembah hitam ini?! Nggak Rie, nggak!!”
lanjut mama Susan dengan wajah merah padam.
Mama
Susan masih mengomel, Agnes masih tersenyum jahat. Dan Rie masih diam. Dia
benar-benar tidak peduli lagi sekarang. Semua ini dilakukannya karena cinta.
Walaupun semua orang selalu tak percaya kalau orang sepertinya juga bisa jatuh
cinta, tapi Rie percaya, yang ia rasakan sekarang adalah rasa cinta.
Fathur,
ternyata adalah nama superhero yang kemarin menyelamatkannya dari gerombolan
mat Botok. Anak tunggal pak Haji yang tinggal di gang depan rumah kost-nya ini.
Jebolan pesantren ternama di daerah Jawa Timur. Membantu ayahnya untuk mengisi
pengajian milik ibu-ibu pkk tiap bulannya.
Rie
tahu, betapa tak pedulinya ia saat pertama kali ia memasuki mushala yang tak
begitu besar itu, disambut oleh dengungan suara berbisik dan tatapan sinis para
nyonya tersebut. Rie berkonsentrasi pada satu hal. Bertemu sang superhero. Dan
sama sekali tidak memperdulikan hal lainnya.
3
bulan dilaluinya dengan mulus. Tapi tepat di bulan ke-4 minggu ke-2 atau lebih
tepatnya lagi hari ini, Agnes memergokinya sedang memakai kerudung dan busana
muslim. Dan semuanya berantakan, tak tersisa.
“Kamu
harusnya ingat Rie, kita semua disini karena makhluk yang bernama laki-laki
itu! Kamu harusnya ingat itu!”
Ucapan
terakhir mama Susan menggema di kepala Rie. Menggaung lama. Menyibak memori
pahit masa lalunya. Membuatnya kembali terjatuh dalam keterpurukan.
ΩΩΩ
3 bulan kemudian,
Satu
episode akan segera berakhir. Rie sudah memucat, tak dihiraukannya gedoran
pintu yang semakin menjadi. Airmatanya telah kering seperti tenggorokannya.
Sehingga berteriakpun ia tak mampu. Mungkin bisa, tapi untuk apa? Semuanya sudah
terlambat sekarang.
Rie
masih menunggu. Menunggu nafas terakhirnya terbang di udara. Di penantiannya
itu, slide-slide film akan roda kehidupannya kembali terputar. Seperti
nostalgia yang pedih rasanya.
Dee,
itu panggilannya kala itu. Seragam putih abu-abu panjang yang lengkap dengan
jilbabnya selalu terbalut rapi di tubuhnya. Wajah ayunya senantiasa menunduk.
Anggota badannya selalu basah akan air wudhlu. Waktu-waktu Dhuha digunakannya
untuk menangis, memohon ampun dan ke Ridho-an dari Tuhannya. Amanah sebagai
Ketua Keputrian dijaganya dengan hati-hati. Ia benar-benar tak ingin kalau
nanti jabatannya itu akan menyeretnya pada kemurkaan Tuhannya.
Semua
berjalan dengan tenang, tanpa gelombang kehidupan yang begitu keras dan kuat.
Hingga saat itu. Saat ia melanjutkan jenjang pendidikan selanjutnya. Saat
itulah liku pahit hidupnya dimulai. Semuanya berawal di situ.
Kebutaan
dan keluguan seorang Gayatri membawanya kedalam keraguan. Awalnya semua
keragu-raguan itu masih bisa di atasinya. Tapi semakin hari, semakin berat
tantangannya. Hingga hari itu tiba. Rie sudah 1800 berubah dari
keadaan yang sebelumnya.
Tak
ada lagi kerudung. Tak ada lagi bacaan Al Qur’an. Tak ada lagi gembiranya
menyambut Ramadhan. Semuanya berlalu dengan sikap dingin Rie. Berlalu tanpa
makna. Rie betah dengan lingkungan barunya. Walaupun hati kecilnya mulai
mersakan kekosongan-kekosongan aneh. Tapi tak diperdulikannya. Life must go on. And the time through away.
Rie
saat itu benci dengan cinta. Rie saat itu ingin merusak cinta. Rie saat itu tak
pernah menghargai cinta. Dan itu terus berulang. Berlanjut. Dan berlalu.
Hingga
sang superhero datang. Menyelamatkannya, membawakan sebuah kepercayaan baru
untuknya. Percaya kalau cinta itu ada. Dan cinta itu memang ada. Rie berusaha
mempertahankannya. Ia berharap cinta itu bisa membebaskanya dari semua
kelelahan dunia yang membebatnya di lingkaran setan ini.
Tapi
kembali nasib mempermainkannya. Kembali lagi cerita klise terulang. Pungguk
merindukan rembulan. Cinta bertepuk sebelah tangan. Dan beberapa peribahasa
lain yang menggambarkan keadaannya saat ini.
Superheronya
menikah. Dengan wanita yang lebih baik darinya. Wanita berjilbab lebar, dengan
kacamata tebal dan gingsul yang menawan. Kisah klise terulang kembali. Mungkin
penduduk Indonesia sering membacanya di antologi cerpen, atau novel atau
film-film murahan yang tak mendidik. Tapi ini terjadi pada Rie. Disaat ia mulai
percaya cinta. Disaat ia mulai menjaga cinta.
Rie
menangis walau airmata tak kunjung keluar. Kenapa Tuhan benci padanya?. Kenapa
hidup berlaku tak adil padanya. Kenapa nasib mempermainkannya tanpa perasaan?.
Kenapa? Kenapa?
Rie
meregang nyawa. Lalu senyap. Satu episode baru saja berakhir.
Selesai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar