Rabu, 12 Oktober 2011

*Superhero -Shortie-


Superhero

            Rie masih terdiam. Termenung didepan kaca yang memantulkan bayangan ayu dirinya. Tubuh yang sintal, rambut ikal, alis tebal, dan senyuman nakal yang kerap kali membuat rekan-rekannya yang lain kesal, semua ada padanya. Gayatri Abdi Kesuma. Itu nama aslinya. Nama yang membuatnya ditertawakan oleh hampir semua penghuni gedung ini. Hingga Mama Susan memberinya nama kota. Nama yang belakangan ini, paling populer diantara ‘nama-nama kota’ yang lainnya. Rie.
            Pria paruh baya berperut buncit itu sudah terlelap. Mendengkur, keras sekali. Pria yang disegani oleh hampir seluruh warga dari lapisan masyarakat di kotanya itu, tak akan berkutik bila berada disamping gadis molek tersebut. Puluhan bahkan mungkin ratusan juta uang mengalir. Membuat mama Susan senang, dan tentu saja teman-temannya berang. Rie melirik sinis ke arah pria itu. Dasar tua bangka gila, sudah bau tanah, bukannya bertobat malah semakin bermaksiat.
            Rie kembali menatap cermin. Tapi bukan wajahnya lagi yang terpantul. Melainkan si pria gagah itu. Bukan pria yang sedang mendengkur keras ini. Tapi pria gagah itu. Pria berjenggot tipis, dengan mata teduh yang selalu menunduk. Pria yang jarang berbicara tapi bibirnya selalu basah dengan nama tuhannya. Tuhannya? Tuhanku dan tuhannya sama kok, ucap Rie geli. Bedanya, tuhanku hanya ada dalam KTP dan Lebaran di kampung.
            Sekali lagi Rie menatap cermin bening di hadapannya. Kali ini bayangan yang keluar adalah bayangan dirinya. Memakai kebaya putih, cantik dan anggun. Ronte melati yang menjuntai dari sanggulnya bergoyang, setiap kepalanya menoleh. Dan pria gagah itu duduk tegap disampingnya, memakai baju adat jawa di sebuah pernikahan mereka yang meriah. Pria gagah itu, superhero-nya...
ΩΩΩ
            Rie masih ingat peristiwa seminggu sebelumnya. Dimana saat itu ia baru saja pulang dari kampung. Menjenguk emak yang sakit. Sekaligus menyerahkan uang bulanan untuk biaya sekolah si Tole, adiknya.
            Tengah malam Rie baru sampai di perempatan jalan, yang notabene jauh dari tempat kost-nya. Malam itu hujan turun deras, sedangkan Rie tidak membawa payung. Hampir separuh badannya basah.
            “Sendirian aja mbak? Tak kancani yo*?! He...he...”
Celetuk nakal dan menggoda terdengar dari arah belakangnya. Rie memutar balik tubuh moleknya. 4 sampai 5 pemuda dengan mata merah dan di kelilingi asap rokok memandangnya dengan wajah bodoh. Mata-mata mereka jelalatan menelusuri setiap senti tubuh Rie, dengan sesekali meneguk ludah, membuat Rie merasa jijik. Rie memalingkan wajahnya kesal. Berjalan menjauhi mereka.
            Tapi ternyata memang para pemuda begajulan itu memang memiliki maksud tidak baik dengannya. Mereka malah berjalan mendekati Rie, dan terus mengganggunya. Rie menyentakkan tangannya kesal saat salah satu dari mereka mulai berani merangkul pundaknya.
            Tindakan Rie ini jelas memicu kemarahan para berandalan itu. Mereka menyeret Rie ramai-ramai. Rie yang ketakutan hanya dapat berteriak, itupun tak lama, karena salah satu dari penjahat itu membekap mulutnya.
            Lalu, klise. Seperti cerita di film-film. Atau legenda-legenda jaman dulu. Seorang superhero datang, menolong putri yang di culik setan jahat. Dan saat itu pria gagah datang. Menyelamatkannya dari tangan para setan itu.
            Pria gagah yang tak banyak bicara. Pria gagah yang selalu menunduk. Pria gagah bermata teduh. Pria gagah yang... ah...
            Rie tak bisa pungkiri. Rie suka pada pandangan pertama. Rie jatuh cinta...
ΩΩΩ
            Rie masih menunduk. Mengusap pipi halusnya yang memerah. Mama Susan marah besar. Semua itu gara-gara Agnes. Pelacur keparat yang selalu dengki dengannya. Dan sekarang, ia tersenyum penuh kemenangan di pojok kamar Rie.
            “Mau kamu itu apa sih Rie?! Belum puas ngabisin uang mama buat bayar Mat Botok?! Mama kurang perhatian apalagi sih sama kamu?!” Teriak mama Susan lantang, kesal. Rie tahu mama Susan sebenarnya wanita baik, tapi apabila amarah menguasainya, maka jangan harap orang disekitarnya bisa bercanda dan tertawa.
“Apa kamu pikir Tuhan mau memaafkan orang-orang seperti kita? Kamu pikir kamu bakalan suci lagi kalau kamu ikutan pengajian? Atau kamu pikir kamu bisa membalaskan dendammu dengan berdoa pada Tuhan yang telah mengutuk kita karena kita di lembah hitam ini?! Nggak Rie, nggak!!” lanjut mama Susan dengan wajah merah padam.
            Mama Susan masih mengomel, Agnes masih tersenyum jahat. Dan Rie masih diam. Dia benar-benar tidak peduli lagi sekarang. Semua ini dilakukannya karena cinta. Walaupun semua orang selalu tak percaya kalau orang sepertinya juga bisa jatuh cinta, tapi Rie percaya, yang ia rasakan sekarang adalah rasa cinta.
            Fathur, ternyata adalah nama superhero yang kemarin menyelamatkannya dari gerombolan mat Botok. Anak tunggal pak Haji yang tinggal di gang depan rumah kost-nya ini. Jebolan pesantren ternama di daerah Jawa Timur. Membantu ayahnya untuk mengisi pengajian milik ibu-ibu pkk tiap bulannya.
            Rie tahu, betapa tak pedulinya ia saat pertama kali ia memasuki mushala yang tak begitu besar itu, disambut oleh dengungan suara berbisik dan tatapan sinis para nyonya tersebut. Rie berkonsentrasi pada satu hal. Bertemu sang superhero. Dan sama sekali tidak memperdulikan hal lainnya.
            3 bulan dilaluinya dengan mulus. Tapi tepat di bulan ke-4 minggu ke-2 atau lebih tepatnya lagi hari ini, Agnes memergokinya sedang memakai kerudung dan busana muslim. Dan semuanya berantakan, tak tersisa.
            “Kamu harusnya ingat Rie, kita semua disini karena makhluk yang bernama laki-laki itu! Kamu harusnya ingat itu!”
            Ucapan terakhir mama Susan menggema di kepala Rie. Menggaung lama. Menyibak memori pahit masa lalunya. Membuatnya kembali terjatuh dalam keterpurukan.
ΩΩΩ
3 bulan kemudian,
            Satu episode akan segera berakhir. Rie sudah memucat, tak dihiraukannya gedoran pintu yang semakin menjadi. Airmatanya telah kering seperti tenggorokannya. Sehingga berteriakpun ia tak mampu. Mungkin bisa, tapi untuk apa? Semuanya sudah terlambat sekarang.
            Rie masih menunggu. Menunggu nafas terakhirnya terbang di udara. Di penantiannya itu, slide-slide film akan roda kehidupannya kembali terputar. Seperti nostalgia yang pedih rasanya.
           
            Dee, itu panggilannya kala itu. Seragam putih abu-abu panjang yang lengkap dengan jilbabnya selalu terbalut rapi di tubuhnya. Wajah ayunya senantiasa menunduk. Anggota badannya selalu basah akan air wudhlu. Waktu-waktu Dhuha digunakannya untuk menangis, memohon ampun dan ke Ridho-an dari Tuhannya. Amanah sebagai Ketua Keputrian dijaganya dengan hati-hati. Ia benar-benar tak ingin kalau nanti jabatannya itu akan menyeretnya pada kemurkaan Tuhannya.
            Semua berjalan dengan tenang, tanpa gelombang kehidupan yang begitu keras dan kuat. Hingga saat itu. Saat ia melanjutkan jenjang pendidikan selanjutnya. Saat itulah liku pahit hidupnya dimulai. Semuanya berawal di situ.
            Kebutaan dan keluguan seorang Gayatri membawanya kedalam keraguan. Awalnya semua keragu-raguan itu masih bisa di atasinya. Tapi semakin hari, semakin berat tantangannya. Hingga hari itu tiba. Rie sudah 1800 berubah dari keadaan yang sebelumnya.
            Tak ada lagi kerudung. Tak ada lagi bacaan Al Qur’an. Tak ada lagi gembiranya menyambut Ramadhan. Semuanya berlalu dengan sikap dingin Rie. Berlalu tanpa makna. Rie betah dengan lingkungan barunya. Walaupun hati kecilnya mulai mersakan kekosongan-kekosongan aneh. Tapi tak diperdulikannya. Life must go on. And the time through away.
            Rie saat itu benci dengan cinta. Rie saat itu ingin merusak cinta. Rie saat itu tak pernah menghargai cinta. Dan itu terus berulang. Berlanjut. Dan berlalu.
            Hingga sang superhero datang. Menyelamatkannya, membawakan sebuah kepercayaan baru untuknya. Percaya kalau cinta itu ada. Dan cinta itu memang ada. Rie berusaha mempertahankannya. Ia berharap cinta itu bisa membebaskanya dari semua kelelahan dunia yang membebatnya di lingkaran setan ini.
            Tapi kembali nasib mempermainkannya. Kembali lagi cerita klise terulang. Pungguk merindukan rembulan. Cinta bertepuk sebelah tangan. Dan beberapa peribahasa lain yang menggambarkan keadaannya saat ini.
            Superheronya menikah. Dengan wanita yang lebih baik darinya. Wanita berjilbab lebar, dengan kacamata tebal dan gingsul yang menawan. Kisah klise terulang kembali. Mungkin penduduk Indonesia sering membacanya di antologi cerpen, atau novel atau film-film murahan yang tak mendidik. Tapi ini terjadi pada Rie. Disaat ia mulai percaya cinta. Disaat ia mulai menjaga cinta.
            Rie menangis walau airmata tak kunjung keluar. Kenapa Tuhan benci padanya?. Kenapa hidup berlaku tak adil padanya. Kenapa nasib mempermainkannya tanpa perasaan?. Kenapa? Kenapa?
            Rie meregang nyawa. Lalu senyap. Satu episode baru saja berakhir.

Selesai
            

Tidak ada komentar: